Selamat Datang di Duniaku "JADIKAN DUNIAMU ADALAH PIKIRANMU" Berwawasan Luas dan Kenali Duniamu

Beranda, Cilacap, Film, Puisi, Artikel, Tips Computer

Kamis, 05 Agustus 2010

Mengenal Kota Cilacap


Letak geografis dan batas wilayah
Kabupaten Cilacap merupakan daerah yang luas terletak di pantai selatan Jawa Tengah. Secara astronomis Kabupaten Cilacap terletak diantara diantara 108.04’30’’ – 109.30’.30” Bujur Timur dan 07.30’.00” – 07.45’.20” Lintang Selatan. Sedangkan luas Kabupaten Cilacap adalah 225.360,840 Ha sudah termasuk pulau Nusakambangan seluas 11.510,552 Ha. Luas Kabupaten Cilacap ini sekitar 6,94 persen dari luas Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah tersebut terbagi dalam lahan sawah seluas 63.095.000 Ha atau 29,50 persen dan 150.755,288 Ha atau 70,50 persen merupakan lahan kering atau bukan sawah (BPS, 2002). Luas penangkapan ikan di Kabupaten Cilacap mencapai luas sekitar 5.600 Kilometer persegi, dengan perincian daerah penangkapan ikan perairan Teluk Penyu sampai Gombong sekitar 3.500 Kilometer persegi, perairan Teluk Penanjung (Pangandaran) seluas 1.300 Kilometer persegi dan perairan selatan Yogyakarta sampai Pacitan sekitar 800 Kilometer persegi. Penangkapan ikan dilakukan sampai jarak 25 Kilometer dari
pantai pada kedalaman 3 meter sampai 100 meter (Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap, 2002)

Adapun batas-batas Kabupaten Cilacap adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.
2. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banyumas.
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kebumen.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Barat

Kabupaten Cilacap sendiri terdiri dari 23 kecamatan yang meliputi :
1. Kecamatan Cimanggu
2. Kecamatan Majenang
3. Kecamatan Wanareja
4. Kecamatan Daeyuhluhur
5. Kecamatan Sidareja
6. Kecamatan Gandrungmangu
7. Kecamatan Karang Pucung
8. Kecamatan Kedungreja
9. Kecamatan Patimuan
10. Kecamatan Nusawungu
11. Kecamatan Cipari
12. Kecamatan Jeruk Legi
13. Kecamatan Kawunganten
14. Kecamatan Bantar Sari
15. Kecamatan Kroya
16. Kecamatan Adipala
17. Kecamatan Maos
18. Kecamatan Kesugihan
19. Kecamatan Binangun
20. Kecamatan Sampang
21. Kecamatan Cilacap Utara
22. Kecamatan Cilacap Selatan
23. Kecamatan Cilacap Tengah.

Fisiografi
Kabupaten Cilacap merupakan salah satu wilayah yang merupakan dataran rendah di bagian selatan Jawa Tengah. Perlu diketahui dataran rendah di Jawa Tengah meliputi dua bagian, yaitu bagian selatan dan bagian utara. Untuk bagian utara Jawa Tengah banyak dialiri sungai, sedangkan di bagian selatan Jawa Tengah hanya sedikit dialiri sungai. Disamping itu sungai di bagian selatan banyak terputusputus oleh beberapa pegunungan dan perbukitan. Di depan muara sungai inilah lokasi penangkapan ikan dan udang, sehingga nelayan Cilacap dalam mencari ikan di depan muara-muara sungai karena di daerah ini dianggap banyak ikannya. Sebagai akibatnya nelayan Cilacap cenderung pergi melaut ketempat-tempat yang lebih jauh, seperti di perairan Pelabuhan Ratu, perairan Parangtritis, dan perairan pantai Pacitan. Nelayan Cilacap yang menangkap ikan di daerah tersebut adalah nelayan yang menggunakan kapal motor. Sedangkan nelayan yang pergi melaut ke lokasi yang dekat seperti perairan pantai Logending dan Teluk Penyu adalah yang menggunakan perahu motor (Sutarno, 1999:22)
Untuk jenis tanah di Kabupaten Cilacap dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yang meliputi:
  1. Aluvisi meliputi daerah Dayeuhluhur, Wanareja, Kedungreja, Patimuan, Gandrung Mangu, Majenang, Cimanggu, Karang PucungKawunganten, Jeruk Legi, Cilacap Selatan, Cilacap Tengah, Kesugihan, Sampang, Maos, Adipala, Nusawungu dan Cipari.
  2. Komplek Litosol merah kekuning-kuningan, litosol coklat tua dan litosol meliputi daerah Daeyuhluhur, Wanareja, Cimanggu, Karang Pucung, Cipari, Kawunganten, Jeruk Legi, Kesugihan dan Nusakambangan.
  3. Asosiasi litosol coklat kemerahan dan litosol coklat : Dayeuhluhur, Wanareja dan Majenang.
  4. Litosol coklat tua kemerahan meliputi daerah Daeyuhluhur, Wanareja, Majenang dan Karang Pucung.
  5. Asosiasi grumusol kelabu kekuning-kuningan dan regosol kelabu meliputi daerah Majenang, Sidareja, Cipari, Cimanggu, Karang Pucung, Gandrung Mangu dan Kawunganten.
  6. Grumusol kelabu meliputi Sidareja, Cipari, Kedungreja, Gandrung Mangu dan Kawunganten.
  7. Regosol kelabu meliputi daerah Cilacap Selatan, Cilacap Utara, Cilacap Tengah, Jeruk Legi, Kesugiahan, Adipala, Binagun dan Nusawungu.
  8. Asosiasi Glainamus rendah dan aloval kelabu meliputi daerah Binangun, Kroya dan Nusawungu (Laporan Tahunan PPNC, 2002).
Wilayah yang tertinggi di Kabupaten adalah kecamatan Daeyuhluhur dengan ketinggian 198 meter dari permukaan laut dan wilayah terendah adalah kecamatan Cilacap Tengah dengan ketinggian 6 meter diatas permukaan laut. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 152 Km yaitu dari Daeyuhluhur ke Nusawungu, sedangkan dari utara ke selatan 35 Km yaitu dari Cilacap ke Sampang dengan demikian maka dapat diketahui sebagian besar wilayah Kabupaten Cilacap adalah dataran rendah.

Keadaan Iklim
Wilayah Kabupaten Cilacap merupakan wilayah pesisir barat daya Jawa Tengah yang mempunyai iklim dengan ciri-ciri hujan maksimum pada bulan November dan minimum pada bulan Agustus dengan hujan berkurang pada bulan Februari. Berdasarkan data kantor Meteorologi dan Geofisika Cilacap tahun 2002, curah hujan rata-rata tertinggi pada bulan Desember (337 mm) dan terendah bulan Juli (10 mm) dan rata-rata hari hujan terbanyak pada bulan November yaitu 19 hari. Suhu maksimum 34,20 derajat celcius tiap bulan Januari dan Maret, sedangkan suhu Minimum 30,20 derajat celcius tiap pada bulan Agustus. Pada bulan Agustus sampai Desember secara umum merupakan musim ikan, yang dimaksud musim ikan adalah musim dimana keadaan laut di daerah penangkapan adalah baik terutama keadaan cuaca pada saat nelayan melakukan penangkapan ikan laut.

Nelayan Cilacap yang mempunyai daerah penangkapan di perairan Teluk Penyu mengenal dua musim ikan, yaitu musim paceklik dan musim panen. Pembagian ini didasarkan pada keadaan laut pada saat terutama keadaan angin dan curah hujan. Angin dan curah hujan sangat mempengaruhi nelayan dalam mencari ikan di perairan Teluk Penyu dan sekitarnya, pengaruh dari curah hujan dan angin terhadap aktivitas nelayan sangat tampak. Bila curah hujan tinggi, maka para nelayan akan mengurungkan niatnya pergi melaut, karena angin yang kencang mempersulit dalam mengendalikan perahu motor dan mempersulit dalam melakukan penagkapan. Angin yang dianggap oleh nelayan sangat membahayakan adalah angin yang berasal dari Barat (Baratan), sifat dari angin ini adalah hembusanya sangat kencang sehingga menyulitkan nelayan dalam mengedalikan perahunya lebih-lebih jika mereka hendak pulang ke kampung halaman. Berbeda dengan musim timur, nelayan akan merasa senang karena berhembus dari timur, sehingga memudahkan nelayan dalam mengendalikan perahunya dan memudahkan dalam mencari lokasi penangkapan baru. Faktor curah hujan dan kecepatan angin bagi nelayan berpengaruh sekali, sebab mereka akan melaut manakala kondisi curah hujan dan kecepatan angin bisa ditorerir.

Potensi Alam
Potensi alam Kabupaten Cilacap cukup beragam, dalam bidang pertanian daerah ini sangat baik untuk ditanami berbagai jenis tanaman seperi padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kedelai, sayur mayur, karet, kopi, kapuk, cengkeh, sedangkan tanaman hutan di daerah Cilacap seperti : kayu jati, sengon, pinus, dan lain-lain. Disamping itu Cilacap juga terdapat potensi peternakan dan perikanan.

Potensi perikanan di Kabupaten Cilacap tergolong besar, hal ini dapat dibuktikan dengan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap. Potensi perikanan ini dapat dibedakan menjadi potensi perikanan darat dan perikanan laut. Usaha perikanan tambak umumnya dilakukan masyarakat Cilacap dengan memelihara ikan emas, munjair, guramih. Sedangkan usaha perikanan laut umumnya dilakukan oleh masyarakat bagian selatan atau dekat dengan pesisir / tepi pantai. Pada awalnya masih menggunakan alat-alat tangkap yang sederhana/tradisional kemudian dalam perkembangannya alat-alat yang digunakan untuk menangkap ikan laut sudah menggunakan alat-alat yang modern, sehingga hasil yang diperoleh lebih baik dari sebelumnya, untuk memperlancar penangkapan ikan ini telah dibangun beberapa Tempat Pelelangan Ikan sebagai tempat memasarkan hasil tangkapan nelayan Cilacap.

Potensi perikanan darat di Kabupaten Cilacap terdiri dari perikanan tambak sekitar 819,70 Ha, perikanan kolam seluas 573,96, perairan umum seluas 598,6 Ha dan mina padi seluas 60,72 Ha, dengan tingkat pemanfaat 30-40 persen (Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap, 2002). Sedangkan untuk potensi perairan laut Kabupaten Cilacap yang meliputi wilayah teritorial dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), oleh karena itu potensi perikanan laut di Kabupaten Cilacap cukup besar mencapai 865.100 ton yang dibedakan berdasarkan jenisnya meliputi:

  1. Ikan Pelagis yang meliputi ikan layaran, kakap, layur, tuna, meka, tongkol, tengiri dan lain-lain sebesar 275.600 ton.

  2. Ikan Pelagis Kecil meliputi teri, tiga waja, jabrik, gerok, gogokan dan dawah mencapai 428.700 ton

  3. Ikan Demarsal untuk ikan jenis ini meliputi ikan cucut, pari, bawal, tuna, bokor mencapai 134.100 ton.

  4. Udang, meliputi ada bermacam-macam udang yang terdapat di perairan Cilacap antara lain, udang dogol, jerbung, krosok, lobster, rebon, dan tiger mencapai 12.500 ton.

  5. Cumi-cumi mencapai 3.200 ton
Kondisi Sosial Ekonomi
Penduduk Kabupaten Cilacap tiap tahunnya terus bertambah, menurut registrasi tahun 2002 mencapai 1.696.765 jiwa yang terdiri dari laki-laki 848.246 jiwa dan perempuan 848.519 jiwa ( BPS, 2002), selama lima tahun terakhir (1997- 2002) rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 0,76 persen dengan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2000 sebesar 1,20 persen dan terendah 2002 sebesar 0,45 persen. Pertumbuhan ini merupakan pertumbuhan penduduk terendah setelah tahun 1983. Kepadatan penduduk mencapai 872 jiwa/Km persegi.(BPS Cilacap 2002)

Daerah Cilacap pada tahun 2002 sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani, baik petani pemilik maupun penggarap, nelayan, buruh, pegawai negeri, pensiunan, pedagang dan lain-lain. Petani buruh merupakan golongan masyarakat dengan prosentase paling besar yaitu sebesar 48,64 %, disusul oleh buruh bangunan sebesar 13,93 %, sedangkan nelayan sebesar 1,90 % dari total jumlah penduduk Cilacap. Dalam bidang pendidikan masyarakat yang tamat sekolah dasar adalah yang paling besar dengan prosentase sebesar 31,84 %, disusul oleh masyarakat yang tidak tamat SD sebesar 27,09 % dan masyarakat Cilacap yang menamatkan pendidikanya di akademi atau perguruan tinggi baru sebesar 1,12 % jadi masih tergolong sedikit bila dibandingkan dengan jumlah prosentase tingkat pendidikan yang lain.

Kondisi Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya masyarakat merupakan hal yang menyangkut pola adat-istiadat, pandangan hidup serta sistem nilai yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat. Pola adat istiadat masyarakat Cilacap tidak berbeda jauh dari daerah lain di Jawa Tengah yang masih dipengaruhi kebudayaan Jawa. Penduduk Cilacap sebagian besar memeluk Islam. Bila diamati secara teliti dikalangan masyarakat mereka mengenal ada dua golongan yaitu santri dan abangan (Geertz, 1981:18), dalam kehidupan masyarakat nelayan pun demikian, walaupun mereka memeluk Islam mereka masih percaya pada hal-hal yang berbau supranatural. Sebagai perwujudanya mereka masih melakukan ritual-ritual seperti upacara sedekah laut, selamatan, pemberian sesaji. Bahkan mereka sangat percaya dengan adanya mitos Nyai Loro Kidul sebagai penguasa laut selatan

Sejarah Singkat Cilacap
Setidaknya ada atribut yang terkait dengan nama Cilacap. Pertama, Cilacap adalah nama sebuah afdeling atau regentschap (Kabupaten) di Karesidenan Banyumas, Kedua nama sebuah distrik di dalam administrasi afdeling Cilacap, ketiga adalah sebuah nama Ibu Kota afdeling (Zuhdi, Susanto, 2002:7). Nama Cilacap sudah ada pada tahun 1726 (Berdasarkan peta Francois Valantin) dan tahun 1817 (Peta Raffles), Raffles dalam bukunya menyebutkan bahwa Cilacap merupakan pelabuhan yang terletak di sebelah selatan Jawa Tengah dan menjadi bagian dari wilayah Cirbon (Soemardji, 1990:49).

Cilacap adalah sebuah kabupaten yang termasuk wilayah Karesidenan Banyumas yang dibentuk pada tahun 1856 oleh pemerintah kolonial yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta. Daerah atau wilayah Karesidenan Banyumas meliputi lima Kabupaten yaitu Banyumas, Ajibarang, Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap(Purwoko, Bambang, 1987:26).

Pembentukan Pemerintah Kabupaten Cilacap pada masa penjajahan Belanda adalah pembentukan Onder Afdeling Cilacap dengan Besluit Gubernur Jenderal D. De Eerenst tanggal 17 Juli 1930 menerbitkan “ Demi kepentingan pelaksanaan pemerintah daerah yang lebih rapih di kawasan selatan Banyumas dan peningkatan pembangunan pelabuhan Cilacap maka sambil menunggu usul-usul organisasi distrik-distrik bagian selatan yang menjadi bagiannya, satu dari tiga Asisten Residen di Karesidenan ini akan berkedudukan di Cilacap(Cahaya, Sakti, 2000:3)

Sambil menunggu pengukuhan Besluit Gubernur Jenderal, Residen Launy untuk sementara telah menyusun struktur administrasi dan struktur personalia Afdeling Cilacap, karena daerah Banyumas Selatan dianggap terlalu luas untuk diperintah oleh Bupati Purwokertodan Bupati Banyumas maka dengan Besluit tanggal 27 Juli 1941 No. 10 ditetapkan Petthchap Dayeuhluhur dipisahkan dari Kabupaten Banyumas dan dijadikan suatu afdeling tersendiri yaitu afdeling Cilacap dan Ibu Kota Cilacap, yang menjadi tempat kedudukan kepala Besluit Eropa, Assisten Residen. Dengan demikian pemerintah pribumi dinamakan Onder Regent setaraf patih kepala daerah Dayeuhluhur. Dari batas-batas distrik Adireja dapat diketahui bahwa distrik Adireja sebagai eks kawedanan Kroya, lebih besar dari eks kawedanan Kroya karena itu belum terdapat disterik Kalirejo yang dibentuk dari sebagian distrik Adireja dan sebagian distrik Banyumas sehingga kawasan onder Kabupaten Cilacap masih lebih besar dan luas Kabupaten Cilacap sekarang.

Pada masa Residen Banyumas ke 9, Van de Moore menegaskan usul Pemerintah Hindia Belanda tanggal 13 Oktober 1855 yang ditanda tangani Gubernur Jenderal Duijimer Van Tust, kepada menteri kolonial kerajaan Belanda dalam Kabinet Srescript Van 29 Desember 1855 No. 86, dan dengan surat rahasia menteri kolonial tanggal 5 Januari 1856 No.7/A disampaikan kepada Gubernur Hindia Belanda. Usul pembentukan Kabupaten Cilacap menurut menteri kolonial sebetulnya bermakna dua, pertama adalah permohonan persetujuan pembentukan Kabupaten Cilacap dan Organisasi Bestir pribumi, sedangkan yang kedua adalah pengeluaran anggaran biaya lebih dari f 5,220 pertahun. Dimana memerlukan persetujuan raja Belanda setelah menerima surat rahasia menteri kolonial, pemerintah Hindia Belanda dengan Besluit Gubernur Jenderal tanggal 21 Maret 1856 No.21 antara lain menetapkan onder-regenschap Cilacap ditingkatkan menjadi regentschap (Kabupaten Cilacap) (Soemardji, 1990 : 50-51).

Menjelang hancurnya kekuasan pemerintah Belanda di Indonesia tahun 1942 kota Cilacap menjadi tempat untuk persiapan-persiapan terakhir. Persiapan perang rupanya telah sejak lama pikirkan Belanda. Di Cilacap telah dibangun berbagai kubu pertahanan seperti di Teluk Penyu, Srandil, dan Karang Bolong disamping sebuah jembatan darurat yang dibangun diatas Sungai Serayu desa Slarang. Tetapi persiapan itu tidak berarti apa-apa karena Jepang menyerang dengan pesawat terbang bahkan kapal, benteng belanda yang dibangun hancur. Sedangkan pada masa perang kemerdekaan secara administratif wilayah Kabupaten Cilacap terbagi menjadi empat kawedanan (wilayah pembantu bupati) masing-masing kawedanan mempunyai beberapa kecamatan. Dan di Kabupaten pada tahun 1940-an terbagi dalam 17 kecamatan yang terbagi dalam empat kawedanan yaitu sebagai berikut :

  1. Kawedanan Majenang meliputi empat kecamatan, yaitu Kecamatan Cimanggu, Majenang, Wanareja, dan Daeyuhluhur.

  2. Kawedanan Sidareja meliputi lima Kecamatan yaitu: Kecamatan Gandrungmangu, Karang Pucung, Sidareja, Kedungreja dan Cipari.

  3. Kawedanan Cilacap meliputi tiga Kecamatan yaitu: Kecamatan Jeruklegi, Kawunganten, dan Kesugihan.

  4. Kawedanan Kroya meliputi empat Kecamatan yaitu : Kecamatan Kroya, Adipala, Nusawungu dan Binangun.
Sedangkan pembagian wilayah Kabupaten Cilacap di masa perang kemerdekaan merupakan kelangsungan dari masa sebelumnya, perubahan itu terjadi tentang pembagian wilayah kabupaten Cilacap pada tahun 1936 yaitu sehubungan dengan perluasan Karesidenan Banyumas oleh Belanda, sehingga Kabupaten Cilacap masuk wilayah Karesidenan Banyumas. Pemerintah Kabupaten Cilacap di jabat oleh seorang Bupati yang menjalankan tugasnya dibantu oleh wakil atau biasa disebut patih, selain dibantu oleh sejumlah wedono sebagai kepala wilayah kawedanan. Para wedono bertugas mengkordinir para camat di daerah kecamatan. Dan camat mengkordinir para kepala desa.

Pada masa perang kemerdekaan pemerintah Kabupaten Cilacap tetap berjalan, walaupun pusat pemerintahan selalu berpindah-pindah dami keselamatan. Pekerjaan aparat pemerintah Kabupaten Cilacap tidak Banyak, biarpun jawatan itu ada tetapi di tengah pertempuran mereka tidak difungsikan untuk menjalankan tugas pemerintah seperti pada saat kaedaan damai.